SURABAYA – Masyarakat digemparkan oleh penemuan bantuan sosial berupa beras yang ditimbun dalam jumlah besar. Menanggapi hal ini, ahli hukum UNAIR, Iqbal Felisiano SH LL M, buka suara. Menurutnya, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan dari isu ini. Masih diperlukan pendalaman dan proses hukum untuk menentukan apakah kasus ini merupakan tindak pidana atau tidak.
“Langkah kepolisian untuk memanggil pihak-pihak yang berkaitan dengan penimbunan beras bansos ini sudah tepat, ” tutur Iqbal pada Rabu (3/8/2022).
Mengingat sumber pendanaan bansos yang ditimbun adalah APBN, terdapat kemungkinan bahwa tindakan ini merupakan tindak pidana korupsi. Meskipun demikian, Iqbal berpendapat bahwa kasus ini masih terlalu prematur untuk dianggap memiliki indikasi sebagai sebuah tindakan pidana.
Selain itu, Iqbal juga mengatakan bahwa masih diperlukan pendalaman terkait dengan motif pelaku. Terdapat kemungkinan pelaku melakukan tindakan tersebut demi keuntungan diri sendiri atau orang lain. Kemungkinan lain, terdapat oknum yang ingin mencitrakan bahwa bansos tersebut telah disalurkan, padahal dalam realita belum sama sekali.
“Sehingga ia (oknum, red) mendapatkan keuntungan dari pekerjaan yang seolah-olah selesai ia lakukan” jelas Iqbal.
Ahli hukum UNAIR, Iqbal Felisiano SH LL M. (Foto: Tim FH UNAIR)
Kemungkinan lain yang melatar belakangi penimbunan bansos itu, sambungnya, adalah upaya penghilangan barang bukti dari tindak pidana korupsi. Dalam dunia hukum, hal ini disebut dengan obstruction of justice. Jika demikian, maka kejadian ini bisa dikategorikan dalam tindak pidana korupsi.
“Tapi sekali lagi, masih prematur untuk menentukan kasus penimbunan yang terjadi merupakan tindak pidana korupsi, ” kilah dosen Fakultas Hukum UNAIR itu.
Mengenai kemungkinan adanya kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus ini, Iqbal berpendapat bahwa harus ada penilaian lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kerugian negara harus dibuktikan dulu, ” terang ahli hukum antikorupsi ini.
Pembuktian ini bisa dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, bisa dilakukan penelusuran penerima bantuan sosial yang ditimbun. “Apakah pihak-pihak yang seharusnya menerima bantuan tersebut telah menerima sebagaimana yang dilaporkan oleh pihak yang bertugas mendistribusikan?” ujar alumnus University of Washington USA ini.
Cara kedua, lanjutnya, adalah dengan melakukan pengecekan terhadap penyaluran. Data penyaluran bansos yang ada merupakan data cerminan realita, ataukah hanya dibuat sekenanya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pula dilakukan cara-cara lain yang legal di mata hukum.
“Atau dengan cara-cara lain yang sah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku” pungkas Iqbal.
Penulis: Ghulam Phasa Pambayung
Editor: Nuri Hermawan